RILIS INDONESIA.Com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi isyarat bakal menjerat PT Paramitra Mulia Langgeng (PML), anak usaha Sungai Budi Group (SBG), dengan pasal pidana korporasi terkait perkara dugaan suap pengelolaan kawasan hutan di Lampung. Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan fokus penyidik saat ini masih pada perkara pokok tindak pidana suap, namun opsi menindak korporasi tetap terbuka.
Asep menjelaskan, sebuah perusahaan bisa ditetapkan sebagai tersangka apabila terbukti dijadikan sarana untuk melakukan tindak pidana korupsi, serta tidak memiliki sistem pengawasan internal guna mencegah praktik melawan hukum. Ia menambahkan, KPK juga siap berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Pajak apabila muncul indikasi pelanggaran kewajiban pajak yang berpotensi merugikan negara.
Kasus ini mencuat setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada 13 Agustus 2025. Tiga orang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady, Direktur PT PML Djunaidi, dan staf perizinan Sungai Budi Group, Aditya. Dari operasi tersebut, penyidik menyita uang tunai Rp2,4 miliar, Rp8,5 juta, serta dua mobil mewah jenis Rubicon dan Pajero.
Diketahui, PT Inhutani V menguasai areal hutan seluas 56.547 hektare di Lampung. Sebagian besar lahan, yakni 55.157 hektare, dikerjasamakan dengan PT PML melalui perjanjian kerja sama (PKS) yang mencakup Register 42 Rebang (12.727 ha), Register 44 Muaradua (32.375 ha), dan Register 46 Wau Hanakau (10.055 ha).
Namun, sejak 2018, muncul persoalan hukum karena PT PML menunggak kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) periode 2018–2019 senilai Rp2,31 miliar, tidak melunasi pinjaman dana reboisasi Rp500 juta per tahun, serta belum menyampaikan laporan kegiatan bulanan kepada Inhutani V. Mahkamah Agung kemudian memutuskan pada Juni 2023 bahwa PT PML wajib membayar ganti rugi Rp3,4 miliar.
Meski demikian, PT PML tetap melanjutkan kerja sama dengan Inhutani V pada 2024. Djunaidi selaku Direktur PML bahkan tercatat melakukan transfer Rp4,2 miliar ke rekening Inhutani V pada Agustus 2024. Pada periode yang sama, Dicky diduga menerima uang Rp100 juta secara pribadi dari Djunaidi.
Selanjutnya, pada November 2024, Dicky menyetujui permohonan PT PML untuk mengubah Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan (RKUPH) di Register 42 dan 46. Kemudian, pada Februari 2025, ia juga menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang mengakomodasi kepentingan PT PML. Djunaidi bahkan memerintahkan stafnya, Sudirman, membuat rekapan bukti setor Rp3 miliar dan Rp4 miliar dari PT PML kepada Inhutani V.(*)
