Sorotan Keras Aqrobin: Panitia Dinilai Ceroboh, Tak Profesional, dan Langgar Pakem Adat Saibatin

Hendra Wijaya
285 Views
3 Min Read
3 Min Read
Oplus_16908288

RILIS INDONESIA.Com-Lampung Selatan — Aqrobin AM, tokoh pemuda Rajabasa sekaligus pemerhati kebijakan pemerintah dan tokoh adat menyoroti tajam penggunaan lekuk Siger Lampung dan logo Kemenpora dalam kegiatan kepemudaan di Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan.

Pria kelahiran Desa Banding, Kecamatan Rajabasa ini menyebut panitia pelaksana telah bertindak ceroboh dan tidak profesional, karena tidak melakukan koordinasi dengan pihak adat maupun dinas terkait.

Panitianya ceroboh? Tidak profesional? Membawa-bawa nama adat sedangkan komunikasi dan koordinasi saja belum dilakukan? Begitu juga dengan pihak terkait — kalau seperti ini caranya, kesannya hanya ingin mencari keuntungan tapi mencatut simbol adat dan instansi pemerintahan,”

tegas Aqrobin, Jumat (17/10/2025).Sebagai tokoh adat di Rajabasa, Aqrobin menekankan bahwa penggunaan simbol adat harus menyesuaikan wilayah dan pakem yang berlaku.

- Advertisement -

Karena Rajabasa termasuk adat Saibatin, ya yang digunakan itu Siger Saibatin, bukan siger lain. Ini soal penghormatan terhadap identitas adat, bukan sekadar simbol di pamflet,” ujarnya.Ia menilai tindakan panitia yang salah memasang gambar siger di materi publikasi tanpa pemberitahuan resmi sebagai bentuk kelalaian serius.

“Berarti salah kaprah panitianya ini. Harus diralat, diperbaiki, dan koordinasi dengan pihak terkait. Jangan alasan waktu mendadak — berarti memang persiapannya tidak matang dan terkesan dipaksakan.

Jangan menggampangkan urusan seperti ini,” tandasnya.Aqrobin juga meminta panitia segera menyampaikan permintaan maaf secara terbuka kepada Saibatin Marga Khajabasa atas kesalahan tersebut.

Panitia harus segera meminta maaf kepada Saibatin Marga Khajabasa atas kesalahan memasang gambar siger di pamflet. Segera diperbaiki dan dikoordinasikan dengan pihak dinas terkait. Karena kegiatan ini berada di wilayah adat Marga Rajabasa/Saibatin dan Kabupaten Lampung Selatan, panitia wajib memberikan pemberitahuan resmi dan tertulis kepada pihak dinas terkait. Jika hal itu belum dilakukan, lebih baik kegiatan tersebut ditunda dulu membuat ketersinggungan toko-tokoh adat,” tegasnya menutup pernyataan.

Aqrobin menambahkan, pihak penyelenggara kegiatan seharusnya memahami bahwa setiap simbol adat memiliki makna mendalam dan tidak bisa diperlakukan sembarangan.

“Simbol adat itu bukan hiasan. Ada nilai, ada makna, dan ada kehormatan di baliknya. Kalau tidak memahami maknanya, jangan asal pakai. Ini bukan soal desain, tapi soal martabat budaya. Panitia dan pihak terkait harus belajar menghargai itu,” tegasnya.

Ia juga berharap pemerintah daerah lebih tegas mengawasi setiap kegiatan yang membawa nama adat dan instansi negara agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak memahami etika dan prosedur.

“Jangan sampai kejadian seperti ini terulang. Pemerintah daerah dan dinas harus lebih selektif memberikan izin kegiatan, apalagi yang membawa nama adat atau kementerian. Kalau tidak dikontrol, nanti semua orang bisa seenaknya pakai simbol adat untuk kepentingan pribadi atau kelompok,” tutup Aqrobin dengan nada tegas.(Red)

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *